Tuhan tak pernah kehabisan kreativitas dalam dalam mengolah peradaban si planet bundar bola bumi. Dan Tuhan juga tak pernah kehabisan inovasi dalam menghidupkan dinamika peradaban dunia. Dan Tuhan juga tak pernah kehabisan cara untuk “bercanda” dengan hamba-hambanya.
Ketika kreativitas, inovasi dan candaan Tuhan disatukan,
terciptalah sebuah “permainan maha unik” yang pernah ada dalam sejarah
kehidupan manusia. Sepakbola,
sebagian menyebutnya sebagai bolasepak, football atau soccer. Sebuah benda berbentuk bundar-atau lebih tepatnya bulat-berbungkus kulit yang akrab disebut bola.
sebagian menyebutnya sebagai bolasepak, football atau soccer. Sebuah benda berbentuk bundar-atau lebih tepatnya bulat-berbungkus kulit yang akrab disebut bola.
Beberapa orang saling berhadapan bertanding dalam
kesebelasan. Di atas tanah lapang, dua gawang saling berseberangan, dengan
seorang hakim-pengadil yang memimpin permainan, sang wasit. Format dibuat,
organisasi dan lembaga dibentuk, peraturan diciptakan, hukum diberlakukan.
Seiring perjalanan sejarah peradaban manusia selama konon sejak ribuan tahun
silam hingga hari ini, sepakbola ber-evolusi, berinovasi sepanjang zaman.
Dari sekadar permainan yang telah diilhamkan oleh Tuhan
Sang Kreator Sejati, sepakbola di era terkini telah berubah menjadi sebuah
industri. Melibatkan banyak manusia di hampir seluruh dunia, ragam profesi,
ragam kepentingan, ragam bahasa, budaya, komunitas, agama dan negara. Sepakbola
menjadi maha arena lintas batas dunia.
Sepakbola, sebagai salah cabang olah raga, pada dasarnya
bermain atas kaidah olah raga. Olah raga dibutuhkan manusia untuk menjaga
kesehatan raga, meskipun, dalam perkembangannya sepakbola lebih dari sekadar
olah raga. Ia bercabang-cabang menjadi ajang seni hiburan (entertainment),
pelepasan beban kepenatan (refreshing), pembuktian kekuatan dan
kedigdayaan sebuah komunitas (tournament).
Terciptalah berbagai ajang kejuaraan (turnamen), dari
tingkat RT-RW, desa-kelurahan, antar provinsi, antar negara, kawasan hingga
antar benua. Seperti bulatnya bola, sepakbola menyebar bulat merata di seluruh
permukaan bola dunia. Sepakbola kini telah mendunia.
Sebagai industri, sepakbola adalah magnet luar biasa bagi
pelaku niaga. Klub-klub profesional bertebaran. Di Eropa, tempat lahirnya
sejarah sepakbola, klub-klub raksasa tumbuh sebagai industri yang menyedot
eksodus para milyarder dan pemain-pemain besar dunia untuk mengadu nasib mendulang
pundi-pundi harta. Gegap gempita sepakbola berimbas lebih luas ke ranah sosial
budaya, politik hingga urusan negara.
Sepakbola, pusaran beliung raksasa menggulung segala
kepentingan manusia, pergulatan nilai-nilai hukum hingga politik-kekuasaan.
Tiada medan magnetik berdaya tarik luar biasa selain sepakbola. Tua-muda,
pria-wanita, awam-intelek, desa-kota, badui-modern, atheis-beragama, semua mata
tak berdaya dan tersedot oleh pesonanya.
Sepakbola, dari olah raga kini bermutasi menjadi berhala.
Para pecandu, penggila, hingga supporter fanatik bernama hooligans,
menjadikan sepakbola sebagai Tuhan lapangan, hingga Tuhan sebenarnya
terkesampingkan. Lihatlah jika orang sudah mulai keranjingan “setan bola-mania”
ketika tergelar sebuah ajang turnamen antar negara berkelas dunia.
Tak peduli pemain, official, penonton, yang menyaksikan
pertandingan secara langsung maupun di layar teve, termasuk siaran tunda,
hingga pendukung yang kadang belum tentu menghadirkan wakil negara untuk turut
serta. Semua urusan sejenak terlupa, hingga kadang lupa waktu shalat, keaktian
di gereja, pura, atau wihara untuk memenuhi panggilan Tuhannya.
Sepakbola, pada saatnya berposisi sebagai “tuhan
pertama,” Tuhan (yang justru menciptakan inspirasi permainan) tergeser menjadi
“tuhan kedua,” atau lebih parah, dilupakan begitu saja. namun anehnya, dalam
memberhalakan sepakbola, manusia masih tetap saja membutuhkan Tuhan untuk
“turun tangan” ke lapangan.
Entah itu pertandingan amatiran sekelas turnamen antar RT
di acara tujuh belasan, atau pertandingan internasional seperti Piala AFF 2012
yang tengah berlangsung saat ini, hampir semua para penyembah berhala sepakbola
tak lupa berdoa, mengharap Tuhan berpihak pada kubunya. Unik, ketika kedua
kesebelasan bertanding, ke kubu mana Tuhan akan berpihak, sebab kedua-duanya
sama-sama meminta Tuhannya untuk memenangkan timya?
Lihatlah pula ketika sebuah gol tercipta. Selebrasi
ritual agama kerap dirayakan oleh pencetak gol, sujud syukur misalnya. Berhala
sepakbola juga terlihat dengan berbagai klenis-mistis yang kental merasuk dalam
“dunia sepakbola,” termasuk Indonesia. Dukun, pawang, peramal dan paranormal
turut dilibatkan. Konon, demi kemenangan, apapun harus dilakukan, bahkan meski
dengan diving “cara-cara setan.“
Kaum dhedhemit, genderuwo, kuntilanak hingga
kuntilemak dan beberapa jenis jin pun konon laris kontrak. Menjadi tim
bayangan yang tak terlihat oleh mata kepala, namun kehadirannya kerap diyakini
ada di lapangan sepakbola (percaya tidak percaya, hanya orang berilmu tinggi
yang bisa melihatnya, nah lho). Makanya, jangan heran jika kadang ada
hal-hal aneh yang tak bisa diterima oleh logika pertandingan sepakbola. (Masih
belum percaya?)
Namun begitu, sepakbola juga boleh dikatakan sebagai
agama, bahkan “lebih baik” dari pada agama. Dalam dunia persepakbolaan dunia,
hampir semua manusia patuh dan taat pada sebuah hukum. FIFA yang menjadi
lembaga tertinggi federasi sepakbola di seluruh dunia, seakan mendapat amanat
risalah dari Tuhan. FIFA mampu membuat semua manusia di seluruh dunia, dari
segala agama (bahkan termasuk yang tak beragama) takluk di bawah satu
peraturan.
Lihatlah pula bagaimana klub-klub besar di Eropa mampu
menyatukan para pemain berbeda-beda agama untuk bersatu-padu demi tim, tanpa
menghiraukan apakah ia muslim, kristen, yahudi, budha, konghucu atau atheis.
Semua guyub-rukun holopis kuntul baris dalam ukhuwwah-persatuan
solid atas nama kesebelasan. Lihatlah pula bagaimana dalam setiap pergelaran
resmi FIFA, selalu menggemakan nilai-nilai universal kemanusiaan, pertandingan
amal untuk bantuan bencana, semangat sportivitas “fairplay,” propaganda
anti rasialis dan spirit perdamaian.
Lihatlah pula bagaimana tradisi nilai-nilai ditanamkan
dalam setiap pertandingan. Saling memaafkan dengan bersalaman ketika berbuat
“dosa” kesalahan melanggar lawan, membuang bola ketika lawan tengah tak berdaya
karena ada salah satu pemain yang cidera, bertukar cindera mata, juga saling
bersalaman antara kedua kubu, pra dan pasca kedua tim berlaga.
Supremasi hukum FIFA benar-benar perkasa di dunia sepakbola.
Hukuman keras pada tindak rasialis, skandal permainan, pengaturan skor, dan
berbagai rekayasa. Sanksi tegas bagi perusak semangat “fair play”
bermain sehat bermartabat, merupakan aktualisasi nyata dari fitrah hukum dan
nilai-nilai agama.
Sepakbola, dengan ritual 4 tahunan perhelatan Piala Dunia
sebagai puncaknya, nyatanya telah mampu menyatukan manusia untuk sejenak
melupakan perbedaan agama. Untuk sepakbola manusia relatif bersepakat dalam
satu kata.
Ketika dunia di sepanjang sejarah peradaban manusia tak
kunjung reda dari pertikaian, peperangan dan permusuhan yang dipicu oleh
perbedaan agama. sepakbola hadir sebagai “agama alternatif,” sarana
pembauran-rekonsiliasi-toleransi terbaik di dunia. Mungkin, memang itulah cara
Tuhan dengan ke-Maha Kreatif-Inovatif-Canda-Nya mengajarkan manusia untuk
memahami agama dengan benar, lewat sepakbola.
Sebagaimana olahraga menyehatkan badan manusia, sepakbola
juga mestinya menyehatkan peradaban dunia. Meskipun kadang menyeret manusia
untuk memberhalakan sepakbola dengan kegembiraan, hiburan canda-tawa dan
kegilaan luar biasa, namun sepakbola terbukti menyatukan ragam perbedaan
manusia dari berbagai belahan dunia, termasuk perbedaan agama. Maka, bolehkah
kiranya jika dikatakan, bahwa sepakbola adalah “agama” di atas segala agama?
Salam…
Alpian ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar